Pentingnya Berpikir Kritis bagi Mahasiswa

pentingnya berpikir kritis sebagai keterampilan utama bagi mahasiswa dalam menjalankan peran sebagai agen perubahan

PENDIDIKAN

byte

5/2/20253 min read

man with backpack beside a books
man with backpack beside a books

Pentingnya Berpikir Kritis bagi Mahasiswa: Refleksi atas Sebuah Kasus

Mahasiswa dan Peran sebagai Agen Perubahan

Menjadi mahasiswa adalah kesempatan emas untuk menimba ilmu, mengasah keterampilan, dan memperluas cakrawala berpikir. Mahasiswa sering disebut sebagai agent of change agen perubahan yang diharapkan mampu membawa masyarakat menuju arah yang lebih baik. Sebutan ini bukan tanpa alasan, karena peran pengabdian masyarakat sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi menegaskan tanggung jawab mahasiswa terhadap lingkungannya.

Namun, apakah semua mahasiswa siap menjadi agen perubahan?

Pentingnya Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis menjadi fondasi utama dalam menjalankan peran tersebut. Mahasiswa yang berpikir kritis tidak hanya menghafal, tapi mampu menganalisis informasi, mempertanyakan kebenaran, dan menyaring narasi yang tersebar—terutama di era banjir informasi seperti sekarang.

“The essence of the independent mind lies not in what it thinks, but in how it thinks.”
- Christopher Hitchens

Berpikir kritis berarti mampu mengambil keputusan dengan menimbang berbagai variabel: fakta, konteks, serta dampak dari keputusan itu sendiri. Ini juga mencakup keberanian untuk berbeda pendapat dan berpikir secara mandiri, meskipun lingkungan atau arus mayoritas berkata sebaliknya.

Kasus Penipuan Mahasiswa IPB : Sebuah Cermin

Pada tahun 2023, Indonesia dihebohkan dengan kasus penipuan yang melibatkan 128 mahasiswa dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Mereka tertipu oleh seseorang berinisial SAN yang menjanjikan keuntungan investasi 10% namun dengan syarat korban harus terlebih dahulu mengajukan pinjaman ke beberapa layanan pinjaman online (pinjol), kemudian mentransfernya ke SAN. Alhasil, para korban terjerat utang tanpa mendapatkan imbal hasil yang dijanjikan.

“Setiap korban diajak untuk meminjam uang dari lima aplikasi pinjol, kemudian hasilnya disetorkan ke SAN. Pelaku tidak menepati janji bagi hasil.”
- AKBP Ferdy Irawan, Wakapolresta Bogor Kota

Tragisnya, ini bukan kasus satu-dua orang. Jumlah mahasiswa yang tertipu mencapai 128 orang. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mahasiswa dari kampus ternama bisa begitu mudah tertipu?

Akar Masalah : Budaya Pendidikan yang Lemah dalam Berpikir Kritis

Kemungkinan besar, akar masalahnya terletak pada sistem pendidikan kita yang belum mendorong kebiasaan berpikir kritis. Kita lebih banyak diajarkan untuk menurut, bukan bertanya; menghafal, bukan memahami.

“Kita terbiasa diajar seperti kerbau dicocok hidungnya: patuh tanpa hak untuk menginterupsi.”
- Refleksi penulis

Budaya ini membentuk mental “pelajar kerbau” yang pasif dan tidak memiliki keberanian berpikir mandiri. Akibatnya, ketika memasuki perguruan tinggi, banyak mahasiswa yang mungkin unggul dalam akademik, namun lemah dalam kemampuan analitis dan pengambilan keputusan.

Cara Melatih Berpikir Kritis

Menurut Jordan B. Peterson, seorang psikolog dan penulis, salah satu cara terbaik untuk melatih berpikir kritis adalah dengan menulis.

“If you can think and speak and write, you are absolutely deadly. Nothing can get in your way.”
- Jordan Peterson

Menulis memaksa otak untuk menyusun argumen, memilah informasi, dan membentuk logika berpikir yang runtut. Selain itu, kemampuan berpikir kritis juga bisa dilatih dengan:

  • Mengevaluasi berbagai perspektif dari satu isu.

  • Mencari bukti dan data pendukung dari sumber terpercaya.

  • Menghindari bias pribadi dan emosi saat mengambil keputusan.

  • Menganalisis skema atau tawaran dengan logika bisnis.

Contoh sederhana: jika sebuah penawaran investasi terdengar terlalu indah untuk menjadi kenyataan, maka kemungkinan besar memang palsu.

Data yang Perlu Diketahui

Menurut laporan dari OECD (2018) dalam studi PISA (Programme for International Student Assessment), kemampuan berpikir kritis dan problem solving pelajar Indonesia masih tergolong rendah. Indonesia berada di peringkat 72 dari 77 negara yang diuji dalam kategori membaca dan berpikir kritis terhadap informasi.

Hal ini menunjukkan bahwa lemahnya kemampuan berpikir kritis bukan hanya masalah individu, tetapi merupakan masalah sistemik.

Dampak Kurangnya Berpikir Kritis

Ketiadaan kemampuan berpikir kritis dapat menyebabkan seseorang:

  • Mudah terpengaruh oleh opini atau berita hoaks.

  • Tertipu dalam penawaran palsu, seperti kasus mahasiswa IPB.

  • Tidak mampu menyaring informasi yang valid dari yang bias.

  • Gagal membuat keputusan strategis dalam hidupnya.

Di sisi lain, mahasiswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis akan lebih siap menghadapi dunia nyata yang penuh tantangan dan manipulasi.

Berpikir Kritis = Menjadi Problem Solver

Berpikir kritis akan menuntun mahasiswa untuk menjadi pribadi yang solutif dan peka terhadap masalah sosial.

“The function of education is to teach one to think intensively and to think critically. Intelligence plus character that is the goal of true education.”
- Martin Luther King Jr.

Mahasiswa yang mampu berpikir secara reflektif dan kritis akan menjadi pribadi yang lebih tahan terhadap manipulasi dan lebih siap mengambil peran dalam pembangunan masyarakat.

Penutup: Harapan untuk Generasi Mendatang

Penulis tidak bermaksud menyudutkan pihak manapun dalam tulisan ini. Justru, tulisan ini adalah panggilan reflektif untuk memperbaiki sistem pendidikan kita agar mampu mencetak generasi yang berpikir kritis dan independen.

Sudah saatnya kita menghapus stigma “bertanya itu cari perhatian” dan mulai membangun budaya berpikir. Mari dorong setiap mahasiswa untuk tidak hanya menyerap informasi, tapi juga menantangnya. Tidak hanya menghafal, tapi juga memahami. Tidak hanya mengikuti, tapi juga berani bertanya dan menilai.

Sebagai agent of change, mahasiswa perlu mengasah keterampilan berpikir kritis agar mampu menjadi solusi, bukan bagian dari masalah.